Rabu, 01 Februari 2012

TEORI BEHAVIORISME DAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN

BAB I
PENDAHULUAN

Manusia sebagai mahluk Allah SWT adalah mahluk yang amat berbahagia. Itu dikarenakan Allah SWT menganugerahkan segudang kelebihan yang tidak ada dalam dalam mahluk lainnya. Jika manusia mempunyai jenis kelamin, maka malaikat Jibril-misalnya, sang penyampai wahyu kepada Nabi tidak mempunyai jenis kelamin. Manusia dapat menciptakan tekhnologi yang baru dari waktu ke waktu, maka yang dapat dilakukan burung hanya bisa membuat sarang yang sama dari jaman nenek moyangnya hingga esok kiamat. Seekor serigala dapat bebas memakan binatang lain dalam rangka mengisi perutnya, berbeda manusia yang harus bekerja dan berusaha untuk memperoleh makanan, walaupun disisi lain ada yang sama sifatnya dengan serigala. Tuhan yang telah menciptakan kita adalah sangat Maha Pengasih, dan Maha Penyayang karena menciptakan manusia sebagai mahluk yang berbeda dengan mahluk lain yang telah diciptakan-Nya. Itulah nilai-nilai kemanusiaan yang diberikan oleh Allah SWT kepada kita.

Pendidikan merupakan elemen penting dalam bagian diri mahluk yang bernama manusia tersebut. Itu dikarenakan pendidikan dapat membantu masyarakat mencapai dalam keadaan yang positif. Keadaan yang positif adalah dimana masyarakat dapat menjelaskan segala sesuatu dengan penjelasan-penjelasan yang ilmiah dan rasional. Selain itu juga pendidikan berfungsi menyadarkan keadaan dimana ia sekarang. Masyarakat modern kala ini dengan segala kebutuhan yang ada sangat membutuhkan pendidikan dalam rangka menciptakan tenaga yang terampil dalam bidangnya, dan pendidikan berperan penting didalamnya. Itulah pendidikan bagi manusia-mahluk Allah SWT, yang mempunyai perbedaan dengan mahluk Allah SWT lainnya.
Dalam elemen pendidikan, tersebutlah istilah-istilah antara lain peserta didik, pendidik, pendekatan pembelajaran, lembaga pendidikan, milleu, media pembelajaran, kurikulum dan masih banyak istilah pendidikan lainnya. Istilah tersebut diatas merupakan bagian penting dari pendidikan, tentunya dengan bagian dan cabangnya. Peserta didik adalah subjek utama dari pendidikan yang kelak akan membangun masyarakat kita. Dan pendidik serta lembaga pendidikan mempunyai kurikulum dan media pembelajaran dalam rangka mencapai peserta didik yang dapat membangun masyarakat sejahtera, dan sentosa serta diridhoi Allah SWT. Dengan nilai-nilai kemanusiaan itulah yang berperan penting dalam membangun masyarakat tersebut.
Telah dijelaskan diatas bahwasannya istilah pendidikan mempunyai banyak ragam dan macamnya. Dari banyak macam dan ragam tersebut, ada sebagian yang sangat menjunjung tinggi harkat kemanusiaan itu sendiri. Pada kali ini istilah yang bisa dikatakan berpengaruh dalam pembelajaran dan hasilnya demi terwujudnya masyarakat yang positif. Pendekatan pembelajaran Behaviorisme adalah salah satunya. Pada pembahasan makalah ini akan dikupas mengenai hal itu.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Teori Belajar Behavioristik
Teori belajar Behaviorisme ini adalah Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Dan menganggap bahwa manusia adalah mahluk pasif yang dikuasai oleh situasi. Dari teori ini yang paling ditekankan adalah mengenai respon dan stimulus. Jika dalam sebuah pembelajaran di kelas, maka seorang pendidik memberikan sebuah stimulus berupa nilai-nilai dari apa yang akan disampaikan. Setelah pendidik memberikan stimulus kepada peserta didik, maka yang akan terjadi adalah respon dari peserta didik tersebut. Dengan proses tersebut dapat terlihat hasil yang didapatkan melalui perilaku pada diri peserta didik yang tampak oleh pendidik.
Misalnya jika kita memberikan stimulus sebuah gambar yang berwarna merah itu wortel, tomat, dan cabe. Jika peserta didik pasif, maka yang terjadi hanya stimulus dan respon berjalan satu kali. Berbeda halnya dengan peserta didik yang aktif, stimulus tersebut diteruskan dengan mengajukan pertanyaan lainnya yang berhubungan dengan warna merah tersebut ataupun mengenai buah-buahan lainnya.
Maupun ciri-ciri yang ada dalam teori ini adalah :
1. Mengutamakan unsur-unsur atau bagian-bagian kecil
2. Bersifat mekanistis
3. Menekankan peranan lingkungan
4. Mementingkan pembentukan reaksi atau respon
5. Menekankan pentingnya latihan.

B. Thorndike, tokoh pertama dari teori behavioristik
Salah satu tokoh yang terkenal dari teori ini adalah Thorndike (1874 – 1949). Thorndike melakukan penelitian terhadap binatang berlaku pula pada manusia yang disebut trial and error. Dengan adanya interaksi dalam teori ini adalah stimulus dan respon maka disebut dengan connectionism.
Thorndike juga mengemukakan ada tiga prinsip atau hukum dalam belajar yaitu :
1. Law of readiness, belajar akan berhasil apabila individu tersebut mempunyai kesiapan untuk melakukan perbuatan tersebut.
2. Law of exercise, belajar akan berhasil jika pelajaran itu dilakukan secara berulang dengan latihan-latihan
3. Law of effect, belajar akan bersemangat jika hadiah atau hasil yang akan didapat itu mendapat keuntungan atau mempunyai daya manfaat bagi peserta didik.
Selain itu juga Thorndike memandang bahwa yang menjadi dasar terjadinya belajar adalah adanya asosiasi antara kesan panca indera (sense of impression) dengan dorongan yang muncul untuk bertindak (impuls to action). Ini artinya, toeri behaviorisme yang lebih dikenal dengan nama contemporary behaviorist ini memandang bahwa belajar akan terjadi pada diri anak, jika anak mempunyai ketertarikan terhadap masalah yang dihadapi. Siswa dalam konteks ini dihadapkan pada sikap untuk dapat memilih respons yang tepat dari berbagai respons yang mungin bisa dilakukan. Toeri ini menggambarkan bahwa tingkah laku siswa dikontrol oleh kemungkinan mendapat hadiah external atau reinforcement yang ada hubungannya antara respons tingkah laku dengan pengaruh hadiah.
Bagi guru yang setuju dengan teori behaviorisme ini mengasumsikan bahwa tingkah laku siswa pada hakikatnya merupakan suatu respons terhadap lingkungan yang lalu dan sekarang, dan semua tingkah laku yang dipelajari. Mencermati asumsi ini, apa sebenarnya tugas utama guru? Yakni, bagaimana guru mampu menciptakan lingkungan belajar (lingkungan kelas atau sekolah) pada diri siswa yang dapat memungkinkan terjadinya penguatan (reinforcement) bagi siswa. Lingkungan yang dimaksud di sini bisa berupa benda, orang atau situasi tertentu yang semuanya dapat berdampak pada munculnya tingkah laku anak yang dimaksud. Sebagai ilustrasi dapat digambarkan sebagai berikut :







Mencermati paparan gambar di atas, dapat dipahami bahwa siswa yang memiliki perangai suka mengganggu (Jawa : usil) terhadap temannya pada setiap waktu (dan teman tersebut juga bersikap kooperatif mau menanggapi obrolan dia, sehingga lingkungan bersifat kondusif atau memberikan penguatan), maka kondisi semacam ini menjadikan siswa tersebut memiliki sikap untuk senantiasa berperilaku sebagai pengacau. Sebaliknya, pada contoh B, karena lingkungan tidak memberikan penguatan (reinforcement) terhadap sikap atau tingkah laku siswa (sehingga dia bersikap suka), kondisi semacam ini menjadikan siswa berperilaku sebagai seorang pendiam. Sedangkan pada contoh C, siswa yang berada dalam lingkungan berupa ketersediaan sumber belajar (berupa buku, majalah, komputer dan sejenisnya, sehingga hal ini memberikan penguatan pada diri siswa), maka hal ini menjadikan siswa paham, mengerti dan terampil dalam menggunakan sumber belajar terebut).
Dalam konteks ini bahwa ada 3 keadaan yang mungkin terjadi :
1. Jika suatu unit konduksi sudah siap untuk berkonduksi, maka konduksi dengan unit tersebut akan membawa kepuasan.
2. Jika suatu unit konduksi sudah siap untuk berkonduksi, tetapi tidak berkonduksi, maka akan menimbulkan ketidakpuasan.
3. Jika suatu unit konduksi yang tidak siap berkonduksi dipaksakan untuk berkonduksi, maka konduksi itu akan menimbulkan ketidakpuasan.
Proses belajar pada diri siswa akan terjadi jika si anak berada dalam kondisi siap untuk belajar (berinteraksi dengan lingkungan). Di antara indikator anak dalam kondisi siap belajar adalah :
1. Anak dapat mengerti dan memahami orang lain (guru, teman, dan orang lain yang ada di sekolah). Dalam kondisi seperti ini, anak tidak akan merasa asing, atau tidak punya teman untuk meminta tolong, sebagaimana jika dia berada di rumah dekat dengan orang tuanya.
2. Anak berani mengutarakan apa yang ada dalam benak pikiran atau keinginannya (karena ada orang yang akan melindungi dan melayaninya, misalnya mau kencing ke belakang, tidak punya alat tulis, bukunya ketinggalan, dan sejenisnya)
3. Anak dapat memahami dan mampu melakukan apa yang diperintahkan atau diajarkan oleh gurunya.
Hukum latihan ini mengandung 2 macam hukum, yaitu 1) low of use, yaitu hubungan akan menjadi bertambah kuat jika ada latihan, dan 2) low of disuse, yaitu hubungan akan menjadi melemah atau terlupakan kalau latihan dihentikan. Hukum ini mengandung makna bahwa proses belajar pada diri anak (terampil jika diminta mempraktikkan, dapat menjelaskan ketika ditanya, karena si anak sering berlatih uji keterampilan atau senantiasa membaca), akan berhasil atau tidak berhasil sangat ditentukan oleh seberapa banyak dan efektif latihan yang diterima.
Semakin sering dan banyak siswa melakukan latihan, akhirnya dia akan terampil melakukannya. Semakin sering siswa membaca atau mengulangi materi yang dipelajari, maka anak akan menjadi semakin tahu dan paham. Sedangkan hukum hasil ini mengisyaratkan bahwa makin kuat dan atau makin lemahnya suatu hubungan sebagai akibat dari hasil respons yang dilakukan. Ini artinya hadiah yang diterima anak atau prestasi belajar yang memuaskan dapat diraih, akan berakibat diulanginya atau dilanjutkannya respons atau perbuatan dimaksud. Sebabnya, adalah karena apa yang ia lakukan dipahami sehingga akan dapat membawa hadiah atau membawa keberhasilan.

C. Teori Behavioristik, bagian dari penjunjungan harkat manusia
Dari pengertian diatas bahwasannya teori behavioristik menekankan pada stimulus dan respon yang dibantu dengan indera yang dimilikinya. Bila seorang pendidik mempunyai perasaan yang dapat dikatakan bermoral terhadap proses pendidikan, maka kegiatan pembelajaran akan berlangsung dengan lancar dan memenuhi tujuan pendidikan itu sendiri. Namun dalam proses pendidikan di sekolah, yang menjadi faktor terpenting bukan hanya sekedar seorang guru melainkan seorang murid juga mempunyai peran yang sama dalam mencapai tujuan pendidikan itu sendiri.
Sebagai contoh, seorang guru memberikan stimulus kepada murid untuk menulis arab dari huruf alif hingga ya, dan murid pun merespon dengan baik lalu mematuhinya. Jika seorang murid yang kreatif, maka akan bertanya huruf arab itu asalnya seperti apa dan dari mana maka seorang guru hendaknya memberikan pengarahan dengan jalan memberikan stimulus berkelanjutan dari stimulus pertama-menulis huruf hijaiyah, hingga proses yang dilalui sesuai dengan yang direncanakan.
Itulah proses pembelajaran yang diharapkan bisa diterapkan di Indonesia. Sehingga pendidikan dapat mengantarkan manusia untuk mengenal dan mengembangkan potensinya, bukankah pendidikan pula yang dapat mengangkat manusia menjadi insan yang bermartabat , beriman, peka terhadap permasalahan sosial dan menjunjung nilai-nilai moral.

BAB III
PENUTUP

Dalam pergaulan masyarakat dewasa ini pendidikan menjadi hal yang terpenting, entah itu untuk pembagiaan kerja maupun membentuk masyarakat yang positif. Namun untuk mencapainya kita harus mempunyai formulasi dalam rangka mencapai tujuan tersebut. Salah satunya adalah dengan mengembangkan teori-teori yang ada dan dikontekskan dengan masa sekarang. Dan teori tersebut adalah teori belajar yang dikembangkan oleh Thorndike. Teori yang menekankan pada fungsi indera yang berada dalam diri manusia itu sendiri. Indera ini diberi stimulus lalu direspon oleh peserta didik.
Dalam hubungannya dengan nilai-nilai kemanusiaan, teori behavioristik ini menekankan pentingnya stimulus dan respon. Jika peserta didik mempunyai penalaran yang cukup, maka yang terjadi adalah stimulus berkelanjutan yang bisa dikatakan menjadi proses pendidikan sebenarnya. Dengan mempertimbangkan aspek kemanusiaan tersebut, seorang murid dapat dikatakan seorang manusia yang bukan hanya memiliki indera saja melainkan tetapi juga otak, akal, dan perasaan yang tentu saja dapat mengembangkan pendidikan. Sedang tujuan pendidikan adalah bagian dari tujuan nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.

Daftar Pustaka

Sagala, Syaiful. 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran Untuk Membantu Problematikan Belajar dan Mengajar. Bandung : Alfabeta
http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Belajar_Behavioristik diakses pada 24 Desember 2010
http://www.ump.ac.id/jurnal/khazanah%20pendidikan/vol1mar2009.pdf diakses pada 20 Desember 2010
http://kismis.fileave.com/KISMIS3.pdf diakses pada 4 Desember 2010
Referensi:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar