Dalam lingkungan yang penuh dengan ketidakpastian saat ini, isu etika menjadi isu utama yang sangat besar perhatiannya di industri akuntansi dan praktek akuntan publik. Jauh sebelum kasus Enron meledak disusul oleh kematian Kantor Akuntan Publik Arthur Andersen, Mautz & Sharaf (1961) sudah mengingatkan di bukunya yang sangat monumental, The Philosophy of Auditing, bahwa terlihat nyata dan pentingnya pada fokus etika di profesi akuntan. Auditor sering dikritik karena rendahnya kualitas pekerjaan, kantor akuntan publik menerima jasa non atestasi perusahaan yang juga diauditnya, adanya keengganan untuk bertanggungjawab mendeteksi dan melaporkan adanya kecurangan.
Sejak terkuaknya skandal akuntansi yang banyak melibatkan auditor, maka memunculkan pertanyaan publik tentang independensi dan peran auditor (Cooper & Neu, 2007). Akuntan publik sering menghadapi konflik, yaitu konflik antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat di sisi lainnya (Gowthorpe, 2005). Akuntan Publik merupakan sebuah posisi yang unik, dia disewa dan dibayar oleh klien namun melayani jasa utamanya kepada pihak ketiga seperti investor dan calon investor, kreditor dan lain-lainnya (Lavin, 1976). Aturan Etika Akuntan Publik (2001) menyatakan bahwa akuntan harus mempertahankan sikap mental independen di dalam memberikan jasa profesionalnya.
Tugas akuntan publik selain menjaga kepentingan publik juga harus independen, harus juga menjaga nama baik profesi, namun akuntan publik juga harus memenuhi ambisi pribadinya untuk mengembangkan karirnya. Berbagai kepentingan yang dihadapi oleh akuntan publik tersebut seringkali akuntan publik berada pada situasi yang sulit. Lebih lanjut, akuntan publik sering dikritik karena adanya kasus ‘opinion shopping’ dalam praktek kegiatannya. Integritas dan menjunjung tinggi kepentingan publik adalah pondasi utama dalam profesi akuntan publik.
Referensi:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar