Kamis, 16 Juni 2011

Pengakuan goodwiil fersi IFRS dan Dampaknya

Pengakuan goodwiil fersi IFRS dan Dampaknya
Dalam perkembangan akuntansi dewasa ini sangat cepat dalam praktek maupaun teori. Sejalan dengan perkembangan tersebut bahwa tidak jauh dari pengaruh kondisi ekonomi, sosial, plitik dan budaya disuatu tempat tersebut. SALAH Satunya dalam standar pelaporan keuangan yang berlaku baik dikalangan ekonomi maupun dunia bisnis yang cakupannya internasional. Salah satu hal yang menarik bagi kelompok kami bahwa dalam penyajian neraca khususnya aktiva tak berwujud (intangible asset).

Aktiva tak berwujud adalah aktiva non moneter yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan atau menyerahkan barang atau jasa, disewakan kepada pihak lain atau tujuan administratif. Salah satunya yaitu goodwill atau yang sering disebut nama baik. Penyajian aktiva takberwujud merupakan hal yang tidak bisa dukur dengan pasti dalam penyajiannya di neraca sehingga kami tertarik akan membahas penyajian aktiva tak berwujud khusunya Good Will dalam usaha penggabungan di neraca.

Perlakuan Akuntansi Terkait dengan Goodwill Fersi IFRS Dan Pengaryhnya Terhadap Dunia Usaha
Goodwill Adalah kelebihana-kelebihan, keistimewaan tertentu yang dimiliki oleh perusahaan, yang oleh karenanya menjadi dinilai lebih oleh pihak lain. Kelebihan/keisitimewaan tersebut bisa karena perusahaan memiliki reputasi manajemen yang sangat bagus, menghasilkan suatu produk unggul yang sulit dicari pesaingnya, letaknya strategis, dan lain-lain
Ifrs mensyaratkan suatu perusahaan untuk menaati setiap sstandar efektif pada tanggal pelaporan atas laporan keuangan yang pertama sesuai dengan ifrs. Dengan memastikan perkecualian (exception) dan pengecualian (exemption) tertentu, ifrs harus diterapkan secara retrospektif. Oleh karenanya, jumlah komparatif termasuk neraca awal untuk periode komparatif, harusnya dinilai ulang dari prinsip akuntansi yang berlaku umum( generally accepted accounting principles-GAAP) ke IFRS.

Neraca IFRS awal pada tanggal transaksi seharusanya mengakui semua aktiva dan kewajiban yang pengakuannya diwajikkan oleh IFRS, tetapi tidak mengakui semua aktiva dan kewajiban yang pengakuannya tidak diperkenankan oleh IFRS. Terkait dengan penggabungan usaha dan goodwill yang dihasilkan, jika penggabungan usaha sebelum tanggal transisi tidak dinilai ulang, maka:
• Goodwill akibat pembelian kontingen tertentu yang terjadi sebelum tanggal tansisi harus dilakukan penyesuaian.
• Setiap aktiva tidak berwujud yang diperoleh tidak berdasarkan IFRS (yang tidak memenuhi syarat sebagai goodwill ) harus diklasifikasi ulang.
• Uji penurunan nilai harus dilakukan untuk goodwill serta goodwill negatif yang ada harus dikreditkan terhadap equitas.
Pada aktiva tidak berwujud (intangible asset), jumlah berikut ini dapat digunakan sebagai nilai terpilih, dengan syarat terdapat pasar yang aktif untuk aktiva tersebut yaitu nilai pasar pada tanggal transaksi atau penilaian ulang pada tanggal sebelum transisi, jika penilaian ulang secara umu dapat diperbandingkan dengan nilai wajar atau biaya yang didepresiasikan yang disesuaiakan dengan indeks harga umum atau khusus. Untuk nilai wajar akibat suatu peristiwa, jiak nilai wajar telah digunakan untuk sebagian atau seluruh aktiva dan keajiban berdasarkan GAAP sebelumnya, maka niali wajar ini dapat digunakan sebagai “nilai terpilih”, IFRS pada tanggal pengukuran. Goodwill harus diuji untuk penurunan nilainya setiap tahun serta goodwill tidak boleh diamortisasi.
Selama bertahun-tahun goodwill telah menjadi salah satu topik yang paling kontroversial dalam akuntansi. Goodwill tidak dapat diukur secara langsung. Nilainya secara umum ditentukan melalui penilaian yang didasarkan pada asumsi penilai. Akibatnya, nilai goodwill ditentukan secara subjektif. Masalah pengakuan goodwill dalam laporan keuangan telah mendapat pendukung dan penentang dikalalngan kaum profesional. Pendukung pengakuan goodwill menekankan bahwa goodwill merupakan “nilai terkini atas pengembalian lebih yang dapat dihasilkan oleh perusahaan. Kelompok ini mengatakan bahwa menentukan nilai kini atas kelebihan pengembalian merupakan analogi terhadap menentukan nialai kini atas arus kas masa depan yang terkait dengan aktiva dan proyek lainnya. Penentang pengakuan goodwill mengatakan bahwa harga yang dibayarkan untuk mengakuisisi seringkali ternyata didasarkan pada ekspektasi/ harapan yang tidak relistis, sehingga mengakibatkan penghapusan goodwill dimasa depan.
Kedua argumen memiliki keunggulan masing-masing. Banyak perusahaan yang mampu menghasilkan kelebihan pengembalian atsa investasi mereka. Akibatnya harga saham biasa perusahaan-perusahaan ini seharusnya dijual pada tingkat premium atas nlai buku aktiva berwujud mereka. Konsequensinya, investasi yang membeli sham biasa perusahaan semacam itu membayar untuk aktiva tidak berwujud(reputasi, merek dagang, dan sebagainya).
Berdasarkan IFRS 3, goodwill harus dikapitalisasi dan diuji untuk penurunan nilai setiap tahunnya. Goodwill tidak diamortisasi. Penurunan nilai goodwill merupakan beban nonkas. Meskipun demikianm, penurunan niali goodwill jelas mempengaruhi laba bersih. Ketika goodwill dibebankan terhadap laba pada periode sekarang, laba yang dilaporkan dalam periode kini menurun, akan tetapi laba yang dilaporkan untuk periode mendatang harusnya meningkat ketika aktiva terhapuskan atau tidak lagi diturunkan nilainya. Hal ini juga menyebabakan aktiva bersih dan equitas pemegang saham berkurang disatu sisi, tetapi meningkat pengembalian atas aktiva, rasio perputaran aktiva, pengembalian atas ekuitas, dan rasio perputaran equitas disis lain.
Dalam usaha menunjang industri jasa keuangan dan kegiatan ekonomi pada umumnya di Indonesia dan kawasan Asia Pasific dibutuhkan profesionalisme penilai sesuai dengan perkembangan ekonomi global. Hal ini disampaikan Kepala Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai (PPAJP) Kementerian Keuangan Langgeng Subur, dalam situs Kementerian Keuangan, di Jakarta, Jumat (9/4/2010).

Industri jasa penilai adalah suatu hal yang baru dan belum populer di masyarakat untuk itu Indonesia masih membutuhkan banyak jasa penilai 10 tahun kedepan sebanyak 10 ribu orang. Untuk target jangka pendek diperkirakan 6000 orang penilai akan terpenuhi hingga tahun 2012.

Langgeng menuturkan, saat ini pengguna jasa penilai adalah masyarakat umum khususnya masyarakat keuangan yang meliputi perbankan, asuransi, pasar modal, perpajakan, dan dana pensiun. Mereka menggunakan jasa penilai untuk menentukan nilai wajar untuk keperluan laporan keuangan perusahaan yang ada di Indonesia.

"Dengan adanya informasi nilai properti atau nilai bisnis baik harta yang berwujud maupun yang tidak berwujud memegang peranan penting untuk mengambil keputusan di era globalisasi saat ini yang mendorong perekonomian menjadi lebih sehat dan kompetitif," ungkapnya.(css)
Dari kelompok kami berpandangan bahwa dari peluang kebutuhan SDM yang dibutuhkan bahwa perlu adanya suatu lembaga khusus yang berkecimpung didalamnya agar peluang tersebut dapat maximal terisi dengan kualitas SDM yang memadai dan punya daya saing dan kemampuan yang maximal dalam penguasaan profesi penilai tersebut.

Pengakuan goodwiil fersi IFRS dan Dampaknya
Referensi:


Referensi:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar